KEHILANGAN - Part 10

June 29, 2013

               “Permisi, Bu. Saya minta izin ke belakang sebentar?”, tanya ku pada guru ku yang sedang mengajar.

                “Ya, silahkan”, jawabnya.
                “Terima kasih, Bu”, sahut ku
                Secepatnya aku berlalri ke toilet. Setelah aku sampai disana, aku memasuki sebuah kamar mandi kecil. Setelah aku keluar dari sana, langkah ku terhenti pada bercak merah ditangan ku. Apa ini? Mungkinkah ini darah? Tapi darimana?
 Setelah aku pergi ke kantin hanya untuk bercermin, ternyata baru ku sadari. Mimisan? Aku mimisan? Kenapa? Aku tidak pernah merasakan sesuatu! Tepat saat itu juga kepala ku mendadak menjadi sakit, penglihatan ku menjadi buram, makin gelap, gelap, gelap, tunggu! Aku melihat seseorang di ujung mata ku. Siapa itu? Sepertinya aku mengenalnya, kata hati ku berbicara. Hingga saatnya aku tidak sanggup menahan sakit yang ku rasakan, akhirnya semua penglihatan ku menjadi gelap, kali ini benar-benar gelap.
“Ra, sudah sadar?”, tanya seseorang
Perlahan ku buka mata ku.
“Saya dimana Bu?”, tanya ku pada orang itu
“Wira dirumah ibu. Tadi ada seseorang yang meminta ibu untuk menjaga kamu saat kamu pingsan”, jelas orang itu.
Oh, ternyata ini ibu kantin.
“Terima kasih ya Bu. Wira minta, ibu jangan pernah ceritakan hal ini kepada siapapun. Hanya Ibu, Wira, orang itu, dan Tuhan yang tahu Bu.”, jelas ku kali ini
“Iya Ra, Ibu janji”, jawabnya
             To: Kak Adi Cahyo S
                Cepat dong ka, dingin nih di luar. Lama banget ganti bajunya!
              From: Kak Adi Cahyo S
                Iya sabar, bentar lagi juga keluar.
                “Manyun amat mulutnya, entar nggak imut lagi loh de”, ledek kak Adi
                “Habisnya kakak lama betul, ngapain aja sih kak? Wira aja nggak dandan selama kakak”, omel ku panjang lebar
                “Kakak nggak dandan kok de, sengaja aja buat ade nunggunya lama. Biar bisa liat muka manyun ade”, jawabnya sambil tertawa dan berlari dari hadapan ku
                “Apaa?!! Kakaaakkk!!”, panggil ku setengah berteriak.
                Pagi ini, aku dan abang ku, panggilan dari ku untuk kak Adi, telah berjanji akan berolah raga bersama pagi ini. Lagian, ini juga buat program diet ku. Karna abang ku baik, jadi dia mau deh menemani ku untuk berolah raga walaupun hanya sekedar lari pagi. Makasih kakak.
                “Capek nih kak”, rengek ku pada kak Adi
                “Yee, baru juga jalan sebentar udah capek. Baru permulaan nih de, ayo semangatnya mana..”, katanya menyemangati ku
                “Bantuin jalan kak”, rengek ku kembali
                “Manjanya ade ini. Sini, cepat jalaann”, jawabnya sambil mendorong ku dari belakang.
                “Makasih abang”, kata ku tersenyum puas, emang enak dikerjain!
                “Iya sayang”, jawabnya sambil menahan emosi.
                Wkwkwkwkk, seru juga, pikir ku. Matahari mulai menampakkan cahayanya. Mencoba menyinari seluruh permukaan bumi. Udara yang tadinya dingin perlahan menjadi hangat. Burung-burung bernyanyi dengan riangnya. Ayam-ayam mulai mencoba membangunkan umat manusia.
Sekarang, aku berada di atas bukit bersama kak Adi. Tempat yang indah, hati ku berbicara. Kami beristiahat sebentar setelah melalui perjalanan panjang dari rumah kak Adi menuju bukit ini. Cukup melelahkan. Tapi itu semua terbalaskan dengan pemandangan yang ada disini.
“Uwaaaa, indah banget pemandangannya”, kata ku memuji tempat ini
“Jangan mulai lebay deh de”, olok kak Adi
“Kenapa sih kak? Iri ya Wira sampai duluan? Kasian deh lu”, olok ku kembali
“Itu juga karna kakak yang dorong ade dari belakang”, jawabnya sedikit manyun
“Hahaha, emangnya enak dikerjain. Siapa suruh ngerjain orang, itu sudah balasannya”, ledek ku
“Oh awas kamu de ya, pulang jalan sendiri nanti ade”, katanya dengan nada sedikit emosi. Tapi ku tahu, dia hanya bercanda.
“Bagus ya de pemandangannya, udaranya masih segar”, kata kak Adi
Aku yang tadinya duduk, kini telah berdiri. Kemudian aku merentangkan kedua tangan ku dan memejamkan kedua mata ku...
“Betul banget kak. Andai boleh memilih, Wira mau hidup lebih lama lagi disini”, kata ku perlahan tapi pasti
“Ade suka?”, tanya kak Adi. Yang tadinya dia duduk, sekarang sudah berdiri dan berada tepat dibelakang ku sambil kepalanya menengok ke arah depan wajah ku. Aku pun menoleh ke arahnya dan menjawab...
“Iya kak”, kata ku dengan tenang
“Akhirnya kakak benar-benar mempunyai ade sekarang”, jawabnya sambil berdiri disamping ku
“Jadi selama ini kakak nggak anggap Wira ade kakak?”, tanya ku manyun
“Bukan gitu. Ade memang adenya kakak. Bahkan bisa dibilang ade tuh ade kesayangan kakak. Kakak senang aja bisa merasakan kebahagiaan bersama orang yang kakak sayang. Rasanya, kakak ingin menghentikan waktu dan merasakan keadaan ini lebih lama lagi”, jelasnya
“Iya kak, Wira juga senang punya kakak seperti kakak. Bukannya Wira tidak menganggap kak Echa itu kakak Wira, tapi Wira senang akhirnya Wira mendapatkan kasih sayang seorang kakak saat ini”, jelas ku tak mau kalah.
Pagi ini benar-benar membuat ku tenang, seperti tak ada beban lagi di pundak ku. Ku rasakan kebebasan yang mendalam. Belum pernah aku merasa setenang ini. Terima kasih Tuhan. Berkat Engkau, kini aku dapat merasakan kasih sayang seorang kakak. Seorang malaikat yang dapat membuat ku merasa nyaman, merasakan dunia ini penuh kedamaian. Hingga akhirnya ku dengar pertanyaan itu..
“Ade kenapa? Mimisan ya?”, tanya kak Adi cemas
“Apa kak?”, tanya ku balik
“Ini”, tanyanya tak percaya sambil memegang bagian bawah hidung ku.
Tuhan, tolong jangan sekarang!


                 To be continued...

You Might Also Like

0 komentar

Saturday, June 29, 2013

KEHILANGAN - Part 10

               “Permisi, Bu. Saya minta izin ke belakang sebentar?”, tanya ku pada guru ku yang sedang mengajar.
                “Ya, silahkan”, jawabnya.
                “Terima kasih, Bu”, sahut ku
                Secepatnya aku berlalri ke toilet. Setelah aku sampai disana, aku memasuki sebuah kamar mandi kecil. Setelah aku keluar dari sana, langkah ku terhenti pada bercak merah ditangan ku. Apa ini? Mungkinkah ini darah? Tapi darimana?
 Setelah aku pergi ke kantin hanya untuk bercermin, ternyata baru ku sadari. Mimisan? Aku mimisan? Kenapa? Aku tidak pernah merasakan sesuatu! Tepat saat itu juga kepala ku mendadak menjadi sakit, penglihatan ku menjadi buram, makin gelap, gelap, gelap, tunggu! Aku melihat seseorang di ujung mata ku. Siapa itu? Sepertinya aku mengenalnya, kata hati ku berbicara. Hingga saatnya aku tidak sanggup menahan sakit yang ku rasakan, akhirnya semua penglihatan ku menjadi gelap, kali ini benar-benar gelap.
“Ra, sudah sadar?”, tanya seseorang
Perlahan ku buka mata ku.
“Saya dimana Bu?”, tanya ku pada orang itu
“Wira dirumah ibu. Tadi ada seseorang yang meminta ibu untuk menjaga kamu saat kamu pingsan”, jelas orang itu.
Oh, ternyata ini ibu kantin.
“Terima kasih ya Bu. Wira minta, ibu jangan pernah ceritakan hal ini kepada siapapun. Hanya Ibu, Wira, orang itu, dan Tuhan yang tahu Bu.”, jelas ku kali ini
“Iya Ra, Ibu janji”, jawabnya
             To: Kak Adi Cahyo S
                Cepat dong ka, dingin nih di luar. Lama banget ganti bajunya!
              From: Kak Adi Cahyo S
                Iya sabar, bentar lagi juga keluar.
                “Manyun amat mulutnya, entar nggak imut lagi loh de”, ledek kak Adi
                “Habisnya kakak lama betul, ngapain aja sih kak? Wira aja nggak dandan selama kakak”, omel ku panjang lebar
                “Kakak nggak dandan kok de, sengaja aja buat ade nunggunya lama. Biar bisa liat muka manyun ade”, jawabnya sambil tertawa dan berlari dari hadapan ku
                “Apaa?!! Kakaaakkk!!”, panggil ku setengah berteriak.
                Pagi ini, aku dan abang ku, panggilan dari ku untuk kak Adi, telah berjanji akan berolah raga bersama pagi ini. Lagian, ini juga buat program diet ku. Karna abang ku baik, jadi dia mau deh menemani ku untuk berolah raga walaupun hanya sekedar lari pagi. Makasih kakak.
                “Capek nih kak”, rengek ku pada kak Adi
                “Yee, baru juga jalan sebentar udah capek. Baru permulaan nih de, ayo semangatnya mana..”, katanya menyemangati ku
                “Bantuin jalan kak”, rengek ku kembali
                “Manjanya ade ini. Sini, cepat jalaann”, jawabnya sambil mendorong ku dari belakang.
                “Makasih abang”, kata ku tersenyum puas, emang enak dikerjain!
                “Iya sayang”, jawabnya sambil menahan emosi.
                Wkwkwkwkk, seru juga, pikir ku. Matahari mulai menampakkan cahayanya. Mencoba menyinari seluruh permukaan bumi. Udara yang tadinya dingin perlahan menjadi hangat. Burung-burung bernyanyi dengan riangnya. Ayam-ayam mulai mencoba membangunkan umat manusia.
Sekarang, aku berada di atas bukit bersama kak Adi. Tempat yang indah, hati ku berbicara. Kami beristiahat sebentar setelah melalui perjalanan panjang dari rumah kak Adi menuju bukit ini. Cukup melelahkan. Tapi itu semua terbalaskan dengan pemandangan yang ada disini.
“Uwaaaa, indah banget pemandangannya”, kata ku memuji tempat ini
“Jangan mulai lebay deh de”, olok kak Adi
“Kenapa sih kak? Iri ya Wira sampai duluan? Kasian deh lu”, olok ku kembali
“Itu juga karna kakak yang dorong ade dari belakang”, jawabnya sedikit manyun
“Hahaha, emangnya enak dikerjain. Siapa suruh ngerjain orang, itu sudah balasannya”, ledek ku
“Oh awas kamu de ya, pulang jalan sendiri nanti ade”, katanya dengan nada sedikit emosi. Tapi ku tahu, dia hanya bercanda.
“Bagus ya de pemandangannya, udaranya masih segar”, kata kak Adi
Aku yang tadinya duduk, kini telah berdiri. Kemudian aku merentangkan kedua tangan ku dan memejamkan kedua mata ku...
“Betul banget kak. Andai boleh memilih, Wira mau hidup lebih lama lagi disini”, kata ku perlahan tapi pasti
“Ade suka?”, tanya kak Adi. Yang tadinya dia duduk, sekarang sudah berdiri dan berada tepat dibelakang ku sambil kepalanya menengok ke arah depan wajah ku. Aku pun menoleh ke arahnya dan menjawab...
“Iya kak”, kata ku dengan tenang
“Akhirnya kakak benar-benar mempunyai ade sekarang”, jawabnya sambil berdiri disamping ku
“Jadi selama ini kakak nggak anggap Wira ade kakak?”, tanya ku manyun
“Bukan gitu. Ade memang adenya kakak. Bahkan bisa dibilang ade tuh ade kesayangan kakak. Kakak senang aja bisa merasakan kebahagiaan bersama orang yang kakak sayang. Rasanya, kakak ingin menghentikan waktu dan merasakan keadaan ini lebih lama lagi”, jelasnya
“Iya kak, Wira juga senang punya kakak seperti kakak. Bukannya Wira tidak menganggap kak Echa itu kakak Wira, tapi Wira senang akhirnya Wira mendapatkan kasih sayang seorang kakak saat ini”, jelas ku tak mau kalah.
Pagi ini benar-benar membuat ku tenang, seperti tak ada beban lagi di pundak ku. Ku rasakan kebebasan yang mendalam. Belum pernah aku merasa setenang ini. Terima kasih Tuhan. Berkat Engkau, kini aku dapat merasakan kasih sayang seorang kakak. Seorang malaikat yang dapat membuat ku merasa nyaman, merasakan dunia ini penuh kedamaian. Hingga akhirnya ku dengar pertanyaan itu..
“Ade kenapa? Mimisan ya?”, tanya kak Adi cemas
“Apa kak?”, tanya ku balik
“Ini”, tanyanya tak percaya sambil memegang bagian bawah hidung ku.
Tuhan, tolong jangan sekarang!


                 To be continued...

No comments:

Post a Comment