KEHILANGAN - Part 13

April 04, 2014

            “Masih jauh nggak nih kak?”, tanya ku penasaran

“Ini sudah sampai”, jawabnya
“Hitungan ketiga ade baru boleh buka matanya ya”, seru kak Adib
Aku hanya mengangguk. Kedua tangannya mengambil kedua tangan ku
dengan lembut.
“Satu...dua...tiga...”
“Waahh, ini semua...”, tanya ku tak percaya
“Iya, ini buat orang yang sangat kakak sayang”, jelasnya
Malam ini, kak Adib mengajak ku ke suatu tempat yang tak ku tahu dimana. Tapi yang jelas, pemandangan yang ku lihat dari atas gedung tinggi ini sangat menakjubkan. Membuat diriku tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan.
“Tempatnya bagus ya kak”, kata ku pada kak Adib
“Ade suka?”, tanyanya
“Iya kak. Dari sini Wira dapat melihat dengan jelas semua yang berada dibawah gedung ini. Seperti menghilangkan semua beban yang ada dipundak Wira kak”, sahut ku
Kak Adib melangkah mendekati ku. Aku tak tahu apa yang akan dia lakukan. Tapi, yang ku rasakan sekarang membuat ku sedikit menahan gerak ku. Ya, kali ini kak Adib memeluk ku untuk yang kedua kalinya.
“Akhirnya kakak dapat sedikit meringankan beban ade”, ujar kak Adib
“Makasih ya kak”, kata ku
“Iya sayang”, sahut nya sambil membenamkan kepala ku dalam pelukannya.
Kejadian ini mengingatkan ku pada saat aku berada diatas bukit bersama kak Adi. Hanya bedanya, saat bersama kak Adi, aku dan dia hanya berduduk-duduk santai. Sedangkan saat bersama kak Adib, aku dan dia berpelukkan. Kemudian dia mendekatkan wajahnya dengan wajah ku. Perlahan tapi pasti, wajah kak Adib makin mendekat kepada ku. Tiba-tiba...
“Ade mimisan?”, tanyanya
“Apa?”, tanya ku balik
“Ini”, jawabnya sambil memperlihatkan darah yang berada dijarinya. Kemudian dia mengusap hidung ku. Membersihkan darah yang keluar dari hidung ku dengan lembut dan penuh kasih sayang.
“Tenang aja de, kakak masih sayang kok sama ade. Kakak nggak akan menikmati sedikit pun diri ade sebelum kakak resmi jadi suami ade”, jelasnya sambil menahan senyuman.
Wiraaa! Jangan sekarang deh kampungannya!
“Engg...iya kak”, jawab ku
“Pulang yuk, hampir tengah malam nih de. Nanti ade bisa masuk angin kalau kelamaan di luar, apalagi udaranya dingin begini”, kata kak Adib
           From: Naira Pratiwi H
                Gimana tadi malam? Sukses?

          To: Naira Pratiwi H
                Sukses apanya?

          From: Naira Pratiwi H
                Kencan dengan kak Adib, neng.

         To: Naira Pratiwi H
                Mau tau terus! Weee.

         From: Naira Pratiwi H
                Awas kau ya!

Tiba-tiba ku rasakan dada ku menjadi sesak. Seluruh badan ku susah untuk digerakkan. Kepala ku menjadi sangat sakit. Ya Tuhan , pagi ini aku lupa meminum obat! Ku tatap meja yang berada disebrang ku. Disana! Obat itu disana! Dengan sedikit keberanian, ku lepaskan infus yang menempel pada tangan ku. Seketika darah mengalir. Begitu juga dari hidung ku. Mimisan yang sangat parah sedang ku hadapi.
Ku turuni ranjang ku. Hanya beberapa langkah aku berjalan,  tubuh ku yang masih lemah tumbang ke lantai. Kaki ku yang lemah belum siap menopang badan ku untuk berjalan. Tak ada pilihan lain, aku harus tetap mengambil obat ku. Dengan badan yang bergetar, perlahan aku berjalan diatas lantai dengan darah yang mengalir begitu deras dari tangan ku dan meninggalkan bercak berwarna merah pekat disepanjang lantai. Begitu pun dengan baju ku. Permukaan baju ku basah dengan darah yang mengalir dari hidung ku.
Saat aku berada didepan meja, ku coba untuk bangkit mengambil  obat dan segelas air. Dengan tangan yang bergetar, ku keluarkan obat dari tempatnya. Ku minum obat itu dan beberapa teguk air. Seketika badan ku menjadi tambah lemah. Saat itu juga aku merasakan ada yang menahan ku dari belakang.
“Tahan bentar ya de, kakak panggilkan perawat nanti”, kata kak Adi sambil mengendong badan ku untuk membawa ku menuju ranjang.
“Sakit ka”, ujar ku mengeluh                                               
“Iya tahan bentar de”, katanya dengan mimik wajah kasian
Dengan cepat kak Adi memanggil perawat dengan menenkan tombol yang ada di dinding dekat ranjang ku. Dengan sekejap, para dokter dan perawat datang ke ruangan ku. Tak tahu apa yang akan mereka lakukan dengan keadaan ku. Tapi yang ku rasakan sekarang, aku merasa lebih baik dari sebelumnya.
Setelah dokter dan perawat keluar dari ruangan ku, hanya ada aku dan kak Adi disini. Dengan lembut kak Adi mengusap kepala ku.
“Kakak selalu percaya ade itu kuat”, katanya memuji ku
“Tapi kak...”, kata ku
“Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini de”, katanya lagi
“Ade sudah melewati semua ini. Itu tandanya ade kuat menjalankan ujian yang diberikan oleh Tuhan. Percaya sama kakak de, ade pasti bisa melewati semua ini. Tinggal sedikit lagi de”, jelasnya
Aku yang hanya bisa terbaring meratapi nasib ku tiba-tiba meneteskan sebuah cairan bening dari sudut kelopak mata ku. Tidak banyak yang dapat ku perbuat. Terima kasih kak, hati ku sedikit tenang.

To be continued...

You Might Also Like

0 komentar

Friday, April 4, 2014

KEHILANGAN - Part 13

            “Masih jauh nggak nih kak?”, tanya ku penasaran
“Ini sudah sampai”, jawabnya
“Hitungan ketiga ade baru boleh buka matanya ya”, seru kak Adib
Aku hanya mengangguk. Kedua tangannya mengambil kedua tangan ku
dengan lembut.
“Satu...dua...tiga...”
“Waahh, ini semua...”, tanya ku tak percaya
“Iya, ini buat orang yang sangat kakak sayang”, jelasnya
Malam ini, kak Adib mengajak ku ke suatu tempat yang tak ku tahu dimana. Tapi yang jelas, pemandangan yang ku lihat dari atas gedung tinggi ini sangat menakjubkan. Membuat diriku tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan.
“Tempatnya bagus ya kak”, kata ku pada kak Adib
“Ade suka?”, tanyanya
“Iya kak. Dari sini Wira dapat melihat dengan jelas semua yang berada dibawah gedung ini. Seperti menghilangkan semua beban yang ada dipundak Wira kak”, sahut ku
Kak Adib melangkah mendekati ku. Aku tak tahu apa yang akan dia lakukan. Tapi, yang ku rasakan sekarang membuat ku sedikit menahan gerak ku. Ya, kali ini kak Adib memeluk ku untuk yang kedua kalinya.
“Akhirnya kakak dapat sedikit meringankan beban ade”, ujar kak Adib
“Makasih ya kak”, kata ku
“Iya sayang”, sahut nya sambil membenamkan kepala ku dalam pelukannya.
Kejadian ini mengingatkan ku pada saat aku berada diatas bukit bersama kak Adi. Hanya bedanya, saat bersama kak Adi, aku dan dia hanya berduduk-duduk santai. Sedangkan saat bersama kak Adib, aku dan dia berpelukkan. Kemudian dia mendekatkan wajahnya dengan wajah ku. Perlahan tapi pasti, wajah kak Adib makin mendekat kepada ku. Tiba-tiba...
“Ade mimisan?”, tanyanya
“Apa?”, tanya ku balik
“Ini”, jawabnya sambil memperlihatkan darah yang berada dijarinya. Kemudian dia mengusap hidung ku. Membersihkan darah yang keluar dari hidung ku dengan lembut dan penuh kasih sayang.
“Tenang aja de, kakak masih sayang kok sama ade. Kakak nggak akan menikmati sedikit pun diri ade sebelum kakak resmi jadi suami ade”, jelasnya sambil menahan senyuman.
Wiraaa! Jangan sekarang deh kampungannya!
“Engg...iya kak”, jawab ku
“Pulang yuk, hampir tengah malam nih de. Nanti ade bisa masuk angin kalau kelamaan di luar, apalagi udaranya dingin begini”, kata kak Adib
           From: Naira Pratiwi H
                Gimana tadi malam? Sukses?

          To: Naira Pratiwi H
                Sukses apanya?

          From: Naira Pratiwi H
                Kencan dengan kak Adib, neng.

         To: Naira Pratiwi H
                Mau tau terus! Weee.

         From: Naira Pratiwi H
                Awas kau ya!

Tiba-tiba ku rasakan dada ku menjadi sesak. Seluruh badan ku susah untuk digerakkan. Kepala ku menjadi sangat sakit. Ya Tuhan , pagi ini aku lupa meminum obat! Ku tatap meja yang berada disebrang ku. Disana! Obat itu disana! Dengan sedikit keberanian, ku lepaskan infus yang menempel pada tangan ku. Seketika darah mengalir. Begitu juga dari hidung ku. Mimisan yang sangat parah sedang ku hadapi.
Ku turuni ranjang ku. Hanya beberapa langkah aku berjalan,  tubuh ku yang masih lemah tumbang ke lantai. Kaki ku yang lemah belum siap menopang badan ku untuk berjalan. Tak ada pilihan lain, aku harus tetap mengambil obat ku. Dengan badan yang bergetar, perlahan aku berjalan diatas lantai dengan darah yang mengalir begitu deras dari tangan ku dan meninggalkan bercak berwarna merah pekat disepanjang lantai. Begitu pun dengan baju ku. Permukaan baju ku basah dengan darah yang mengalir dari hidung ku.
Saat aku berada didepan meja, ku coba untuk bangkit mengambil  obat dan segelas air. Dengan tangan yang bergetar, ku keluarkan obat dari tempatnya. Ku minum obat itu dan beberapa teguk air. Seketika badan ku menjadi tambah lemah. Saat itu juga aku merasakan ada yang menahan ku dari belakang.
“Tahan bentar ya de, kakak panggilkan perawat nanti”, kata kak Adi sambil mengendong badan ku untuk membawa ku menuju ranjang.
“Sakit ka”, ujar ku mengeluh                                               
“Iya tahan bentar de”, katanya dengan mimik wajah kasian
Dengan cepat kak Adi memanggil perawat dengan menenkan tombol yang ada di dinding dekat ranjang ku. Dengan sekejap, para dokter dan perawat datang ke ruangan ku. Tak tahu apa yang akan mereka lakukan dengan keadaan ku. Tapi yang ku rasakan sekarang, aku merasa lebih baik dari sebelumnya.
Setelah dokter dan perawat keluar dari ruangan ku, hanya ada aku dan kak Adi disini. Dengan lembut kak Adi mengusap kepala ku.
“Kakak selalu percaya ade itu kuat”, katanya memuji ku
“Tapi kak...”, kata ku
“Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini de”, katanya lagi
“Ade sudah melewati semua ini. Itu tandanya ade kuat menjalankan ujian yang diberikan oleh Tuhan. Percaya sama kakak de, ade pasti bisa melewati semua ini. Tinggal sedikit lagi de”, jelasnya
Aku yang hanya bisa terbaring meratapi nasib ku tiba-tiba meneteskan sebuah cairan bening dari sudut kelopak mata ku. Tidak banyak yang dapat ku perbuat. Terima kasih kak, hati ku sedikit tenang.

To be continued...

No comments:

Post a Comment