KEHILANGAN - Part 6

June 29, 2013

                “Baju yang bagus yang mana Ra?”, tanya Lea
                “Rambut ku udah rapi belum Ra?”, tanya Naira
                “Kalau pakai celana yang ini gimana Ra?”, tanya Lea lagi
                “Bedak aku nggak berantakan kan Ra?”, tanya Naira lagi
                “Udah stoopp! Kalian ini mau bikin coklat apa mau fashion sih?”, tanya ku, kesal.
                “Iyadeh maaf”, jawab mereka serempak
                “Pokoknya nggak mau tau, 5 menit lagi kalian udah harus ganti baju biasa, trus cuci muka kalian. Tanpa protes! Atau nggak aku pulang?!”, bentak ku
                “Iya-iya”, jawab Lea
                “Siap bos!”, sahut Naira
                Memang benar kata orang-orang, Indonesia ini jam karet. Dibilangin 5 menit, malah sampai setengah jam. Susah betul disiplinnya. Daripada nunggu kelamaan, Biar aku bikin coklatnya duluan aja. Ternyata benar, diIndonesia jam karetnya parah banget. Aku udah hampir selesai bikin coklatnya, Lea dan Naira baru mau bantuin aku. Telat neng!
                “Kemana aja kalian?”, tanya ku
                “Tadi beresin kamar Naira dulu”, sahut Lea
                “Uh, kalian kelamaan. Tuh, kalian tinggal dinginin coklatnya. Aku mau ke teras dulu”, kata ku.
                “Oke bos”, sahut mereka

                Sms kak Adib nggak ya? Pasti kalian yang baca bingung, kapan aku dapat nomor handphone kak Adib, yakan? Aku dapat dari Naira, nggak tau sih kalau Naira dapat darimana yang jelas aku...senang, yeheeyy.
               To: Kak Adib Adilah Wirhananda
                Wira ada bikin coklat ka. Kakak mau nggak? Kalau mau, besok Wira bawain.
                   Harap-harap cemas aku menunggu balasan dari kak Adib itu. Dan ternyata balasannya...
                  From: Kak Adib Adilah Wirhananda
                Wah enak tu de. Boleh kalau dikasih.
             Bisa kalian bayangin sendiri kan gimana reaksi ku saat itu. Tidak perlu ku ceritakan kalian juga tau sendiri pastinya, hehe..
Saat itu juga ku putuskan untuk pulang kerumah. Walaupun Lea dan Naira sedikit bingung, tapi ku yakinkan diriku tidak terjadi apa-apa. Setelah sampai dirumah, aku memutuskan untuk membuat coklat kembali. Yap, saat diperjalanan tadi aku menyempatkan diri ke pasar untuk sekedar membeli coklat. Dengan resep yang diberikan mama ku, aku dapat menyelesaikan coklat ku dengan sempurna, walaupun sampai larut malam.
                “Bangun jam berapa sih kamu Ra? Kok bisa sampai telat?”, tanya Lea
                “Iya nih Ra, untung pelajaran pertama bapaknya nggak masuk”, kata Naira
                “Ada keperluan dikit tadi makanya agak terlambat”, jawab ku, berbohong
                Seperti yang dikatakan Naira tadi, pelajaran pertama dikelas ku kosong, tapi pelajaran kedua aku dan teman-teman belajar. Untungnya pelajaran ketiga kosong juga, jadi ada kesempatan buat aku ngasih coklat ku ini buat kak Adib. Leleh nggak ya coklatnya? Hanya kalimat itu yang ku pikirkan selama aku belajar.
Setelah bel kelas berbunyi, aku keluar kelas melihat keadaan sekitar. Ternyata sudah banyak yang istirahat. Saat melihat sekeliling, mata ku berhenti pada seseorang yang berada dikelas IXB. Dengan baju kotak-kotak biru, celana biru tua, dan tidak lupa, dasinya. Yap, kak Adib biasa memakai dasi pada hari rabu juga, padahal teman-temannya yang lain nggak begitu loh. Aneh ya.
“Kak”, teriak ku sambil melambaikan tangan
 Kak Adib hanya memberi isyarat “kakak?” sambil tangannya menunjuk dadanya dengan wajah kebingungan
“Iya”, teriak ku lagi sambil mengangguk
Tak perlu menunggu lama, mungkin karna dia juga menginginkan coklatnya, kak Adib dengan cepat tiba didepan ku. Kepala ku kembali pusing. Tuh kan datang lagi kampungannya! Pikirku kesal.
“Nih ka janji Wira kemaren mau ngasih kakak coklat”, kata ku
“Bukannya orang Islam nggak boleh ngerayain hari Valentine ya de?”, tanyanya
“Iya memang ka”, jawab ku
“Trus ini apa?”, tanyanya penasaran
“Anggap aja hari ini hari Coklat ka, haha”, jawab ku dengan tawa.
Setelah sukses memberi coklat pada kak Adib, aku sering senyum-senyum sendiri kalau meningangat kejadian tersebut. Seperti tidak bisa dilupakan. Perasaan ku pun menjadi semakin tidak karuan. Ada bahagia setiap melihat dirinya. Tapi aku sempat bertanya, apakah nanti aku juga akan merasakan bahagia ini setelah dia telah lulus nanti? Aku tidak tahu jawabannya. Ku serahkan semuanya pada Tuhan.
To be continued...

You Might Also Like

0 komentar

Saturday, June 29, 2013

KEHILANGAN - Part 6

                “Baju yang bagus yang mana Ra?”, tanya Lea
                “Rambut ku udah rapi belum Ra?”, tanya Naira
                “Kalau pakai celana yang ini gimana Ra?”, tanya Lea lagi
                “Bedak aku nggak berantakan kan Ra?”, tanya Naira lagi
                “Udah stoopp! Kalian ini mau bikin coklat apa mau fashion sih?”, tanya ku, kesal.
                “Iyadeh maaf”, jawab mereka serempak
                “Pokoknya nggak mau tau, 5 menit lagi kalian udah harus ganti baju biasa, trus cuci muka kalian. Tanpa protes! Atau nggak aku pulang?!”, bentak ku
                “Iya-iya”, jawab Lea
                “Siap bos!”, sahut Naira
                Memang benar kata orang-orang, Indonesia ini jam karet. Dibilangin 5 menit, malah sampai setengah jam. Susah betul disiplinnya. Daripada nunggu kelamaan, Biar aku bikin coklatnya duluan aja. Ternyata benar, diIndonesia jam karetnya parah banget. Aku udah hampir selesai bikin coklatnya, Lea dan Naira baru mau bantuin aku. Telat neng!
                “Kemana aja kalian?”, tanya ku
                “Tadi beresin kamar Naira dulu”, sahut Lea
                “Uh, kalian kelamaan. Tuh, kalian tinggal dinginin coklatnya. Aku mau ke teras dulu”, kata ku.
                “Oke bos”, sahut mereka

                Sms kak Adib nggak ya? Pasti kalian yang baca bingung, kapan aku dapat nomor handphone kak Adib, yakan? Aku dapat dari Naira, nggak tau sih kalau Naira dapat darimana yang jelas aku...senang, yeheeyy.
               To: Kak Adib Adilah Wirhananda
                Wira ada bikin coklat ka. Kakak mau nggak? Kalau mau, besok Wira bawain.
                   Harap-harap cemas aku menunggu balasan dari kak Adib itu. Dan ternyata balasannya...
                  From: Kak Adib Adilah Wirhananda
                Wah enak tu de. Boleh kalau dikasih.
             Bisa kalian bayangin sendiri kan gimana reaksi ku saat itu. Tidak perlu ku ceritakan kalian juga tau sendiri pastinya, hehe..
Saat itu juga ku putuskan untuk pulang kerumah. Walaupun Lea dan Naira sedikit bingung, tapi ku yakinkan diriku tidak terjadi apa-apa. Setelah sampai dirumah, aku memutuskan untuk membuat coklat kembali. Yap, saat diperjalanan tadi aku menyempatkan diri ke pasar untuk sekedar membeli coklat. Dengan resep yang diberikan mama ku, aku dapat menyelesaikan coklat ku dengan sempurna, walaupun sampai larut malam.
                “Bangun jam berapa sih kamu Ra? Kok bisa sampai telat?”, tanya Lea
                “Iya nih Ra, untung pelajaran pertama bapaknya nggak masuk”, kata Naira
                “Ada keperluan dikit tadi makanya agak terlambat”, jawab ku, berbohong
                Seperti yang dikatakan Naira tadi, pelajaran pertama dikelas ku kosong, tapi pelajaran kedua aku dan teman-teman belajar. Untungnya pelajaran ketiga kosong juga, jadi ada kesempatan buat aku ngasih coklat ku ini buat kak Adib. Leleh nggak ya coklatnya? Hanya kalimat itu yang ku pikirkan selama aku belajar.
Setelah bel kelas berbunyi, aku keluar kelas melihat keadaan sekitar. Ternyata sudah banyak yang istirahat. Saat melihat sekeliling, mata ku berhenti pada seseorang yang berada dikelas IXB. Dengan baju kotak-kotak biru, celana biru tua, dan tidak lupa, dasinya. Yap, kak Adib biasa memakai dasi pada hari rabu juga, padahal teman-temannya yang lain nggak begitu loh. Aneh ya.
“Kak”, teriak ku sambil melambaikan tangan
 Kak Adib hanya memberi isyarat “kakak?” sambil tangannya menunjuk dadanya dengan wajah kebingungan
“Iya”, teriak ku lagi sambil mengangguk
Tak perlu menunggu lama, mungkin karna dia juga menginginkan coklatnya, kak Adib dengan cepat tiba didepan ku. Kepala ku kembali pusing. Tuh kan datang lagi kampungannya! Pikirku kesal.
“Nih ka janji Wira kemaren mau ngasih kakak coklat”, kata ku
“Bukannya orang Islam nggak boleh ngerayain hari Valentine ya de?”, tanyanya
“Iya memang ka”, jawab ku
“Trus ini apa?”, tanyanya penasaran
“Anggap aja hari ini hari Coklat ka, haha”, jawab ku dengan tawa.
Setelah sukses memberi coklat pada kak Adib, aku sering senyum-senyum sendiri kalau meningangat kejadian tersebut. Seperti tidak bisa dilupakan. Perasaan ku pun menjadi semakin tidak karuan. Ada bahagia setiap melihat dirinya. Tapi aku sempat bertanya, apakah nanti aku juga akan merasakan bahagia ini setelah dia telah lulus nanti? Aku tidak tahu jawabannya. Ku serahkan semuanya pada Tuhan.
To be continued...

No comments:

Post a Comment