KEHILANGAN - Part 7

June 29, 2013

3 bulan setelah kejadian tersebut, aku lebih sering menghabiskan waktu ku dengan menyendiri. Merenung. Kenapa aku begitu bodoh membuang waktu ku begitu saja? Kenapa tidak dari awal aku masuk sekolah saja aku mengenal dia? Kenapa? Kenapa baru sekarang Tuhan mendekatkan aku dengan dia? Inikah yang dinamakan takdir? Ada apa dengan takdir ku? Bahkan aku sendiri tidak dapat mendefinisikan jalan hidup ku sendiri.
“Ra..”, panggil Eky, membuyarkan lamunan ku
“Eh, iya, kenapa Ky?”, sahut ku
“Nanti malam ke warung nasi goreng di Pabrik Piring ya,makan-makan aja.”, katanya
“Oh iya, kamukan ulang tahun ya. Happy B’day ya Ky”, ujar ku memberi selamat.

“Iya, jangan lupa nanti malam ya”, ujarnya mengingatkan
Setelah bingung berkeliling mau memberi apa untuk kado Eky, akhirnya aku, Lea, Aulya, dan Alda memutuskan untuk memberi Baju. Lagi nggak ada uang cuy, makanya cuma bisa ngasih baju daripada kita ngasih alat Medi Pedi yekaan? Hahaha.. Oh iya, pasti pada nanya kan, Naira kemana? Tenang, dia masih hidup kok, bahkan sehat wal afiat. Hanya saja dia nggak bisa ikut karna nggak ada yang ngantar dia. Maklumlah, rumahnya sedikit jauh dari perkotaan.
Selain kado buat Eky, aku juga udah siapin kado buat kak Adib. Jangan salah, ulang tahunnya bulan Agustus loh. Kado itu cuma buat kenang-kenangan aja sebelum dia lulus. Tadinya aku nggak tau pengen ngasihnya kapan, tapi setelah dipikir-pikir malam ini malam yang tepat.
“Nah Ky buat kamu”, kata kami hampir berbarengan
“Wuih, apa ini?”, jawabnya girang
“Buka aja nanti dirumah”, sahut ku
Mata ku masih berkeliaran untuk mencari sosok seseorang. Seseorang yang mempunyai hak atas kado ini. Dan setelah aku mendapatkan sosok itu, yang ku lakukan adalah...
“Aku pulang duluan ya Ky. Maaf aku nggak bisa masuk kedalam”, kata ku dengan lemas
“Loh kenapa gitu Ra?”, tanyanya heran
“Kita duluan ya Ky, bye”, sahut Lea diikuti oleh Alda dan Aulya.
Entah kemana aku akan pergi dengan mengendarai motor ku ini, tapi yang jelas, yang ku inginkan sekarang ini adalah lari dari kenyataan!
“Sabar ya Ra, aku tahu bagaimana perasaan mu sekarang ini, walaupun aku nggak bisa ikut merasakan. Paling tidak kamu masih punya tempat untuk bercerita mencurahkan isi hati mu”, ujar Lea menyemangati ku.
Ya, sepanjang jalan dia yang menyemangati ku. Mengingatkan ku untuk tidak menangis. Tapi apa daya, semakin aku mencoba melupakan kejadian itu semakin aku menangis.
“Aku mau pulang Le”, kata ku
“Antar aku pulang dulu ya Ra”, kata Lea hati-hati
“Tenang aja”, jawab ku
Setelah beberapa menit berselang, akhirnya kami tiba dirumah Lea. Badan ku masih lemas. Pikiran ku tak karuan. Pandangan ku kosong.
“Kamu bisa pulang sendiri kan Ra?”, tanya Lea pelan-pelan
“Bisa kok Le, kamu nda usah khawatir. Pulang dulu ya, bye”, jawab ku sambil berlalu.
Mungkin hanya aku yang terlalu berharap, padahal kenyataan telah berkata aku bukan siapa-siapa baginya!
Hari Rabu! Pikir ku. Tidak ada sama sekali keinginan ku untuk beranjak dari tempat tidur. Aku masih ingin tidur! Mencoba melupakan kejadian tadi malam. Ku lihat jam dikamar ku. 06:50? Apa?!! Sudah jam segini aku belum siap-siap? Kado? Mana kado? Secepat kilat aku berlalu dari kamar ku menuju kamar mandi tanpa sedikitpun membereskan kamar tidur ku yang berantakan ini. Arrgh, bodo ah!
Saat berada diparkiran, aku langsung berlari menuju kelas ku. Tapi, tidak tidak! Aku kembali lagi. Hanya ingin sekedar memeriksa, apakah hari ini dia datang kesekolah? Dan ternyata jawabannya TIDAK! Kembali aku berlari menuju ke kelas ku.
“Ada yang liat kado ku nggak?”, tanya ku to the point pada kedua sahabat ku
“Nggak tuh”, jawab Lea
Seketika hati ku sakit. Badan ku lemas. Pikiran ku tak karuan. Itu kan aku beli pakai uang tabungan sendiri! Tidak ada niat lagi dalam diri ku. Aku hanya dapat terduduk lemas di meja belajar ku. Tak tahu apa yag harus ku lakukan. Untung saja pelajaran pertama gurunya hanya memberi tugas dan tidak masuk ke kelas. Ada sedikit kelegaan dalam hati ku.
“Wira, ada kak Adib!”, panggil Naira
Kak Adib? Apa yang harus ku lakukan bila berhadapan dengannya? Aku memilih untuk tetap diam di meja belajar ku. Tanpa kusadari Lea meletakkan sesuatu didepan ku, lebih tepatnya diatas meja belajar ku.
“Inikan yang kamu cari? Cepat kasih sama kak Adib, daripada kamu berubah pikiran lagi untuk membuangnya!”, jelas Lea.
Kapan aku pernah berpikir untuk membuangnya?
“Tadi malam kamu mau membuangnya tapi ku tahan”, jelas Lea lagi
Tapi aku malu!
“Perasaan kamu orangnya nggak pernah tahu malu tuh”, jelas Lea lagi.
Seakan dapat membaca pikiran ku, dia menjawab semua pertanyaan ku dalam hati. Dia siapanya Demian sih? Tau aja apa yang ku pikirkan.
“Cepat, tunggu apalagi!”, bentak Lea dan Naira.
“Iya-iya”, sahut ku sambil mengambil kado tersebut dan berlalu
“Emm, anu..ini..emm..buat kakak”, kata ku terbata-bata
“Wuih, apa ini de?”, kata kak Adib
“Emm..buka aja nanti kak”, jawab ku
“Buat apa ini de?”, tanya kak Adib
“Anggap aja kenang-kenangan dari Wira sebelum kakak lulus”, jawab ku lagi dengan nada yang sedikit pelan. Oh Tuhan tolong, kali ini saja jangan biarkan aku menangis depannya, pinta ku dalam hati.
“Makasih ya de”, sahutnya
“Iya kak”, jawab ku lagi dengan suara serak
“Ade nggak lagi sakit kan?”, tanyanya dengan sedikit ragu
“Nggak kok ka”, jawab ku langsung berbalik. Untung aku sudah membelakanginya. Ya, saat itu juga air mata ku menetes. Kesedihan ku tak dapat ku bendung lagi. Sakit yang ku rasakan setelah mengucapkan kata-kata ku.
“Ade nggak apa-apa kan?”, tanyanya dengan hati-hati
“Iya kak”, jawab ku sambil berlalu dengan mengangkat kedua tangan ku yang menandakan “aku baik-baik saja”. Maaf kak, aku sudah berbohong pada kakak dan diri ku sendiri!
To be continued...

You Might Also Like

0 komentar

Saturday, June 29, 2013

KEHILANGAN - Part 7

3 bulan setelah kejadian tersebut, aku lebih sering menghabiskan waktu ku dengan menyendiri. Merenung. Kenapa aku begitu bodoh membuang waktu ku begitu saja? Kenapa tidak dari awal aku masuk sekolah saja aku mengenal dia? Kenapa? Kenapa baru sekarang Tuhan mendekatkan aku dengan dia? Inikah yang dinamakan takdir? Ada apa dengan takdir ku? Bahkan aku sendiri tidak dapat mendefinisikan jalan hidup ku sendiri.
“Ra..”, panggil Eky, membuyarkan lamunan ku
“Eh, iya, kenapa Ky?”, sahut ku
“Nanti malam ke warung nasi goreng di Pabrik Piring ya,makan-makan aja.”, katanya
“Oh iya, kamukan ulang tahun ya. Happy B’day ya Ky”, ujar ku memberi selamat.

“Iya, jangan lupa nanti malam ya”, ujarnya mengingatkan
Setelah bingung berkeliling mau memberi apa untuk kado Eky, akhirnya aku, Lea, Aulya, dan Alda memutuskan untuk memberi Baju. Lagi nggak ada uang cuy, makanya cuma bisa ngasih baju daripada kita ngasih alat Medi Pedi yekaan? Hahaha.. Oh iya, pasti pada nanya kan, Naira kemana? Tenang, dia masih hidup kok, bahkan sehat wal afiat. Hanya saja dia nggak bisa ikut karna nggak ada yang ngantar dia. Maklumlah, rumahnya sedikit jauh dari perkotaan.
Selain kado buat Eky, aku juga udah siapin kado buat kak Adib. Jangan salah, ulang tahunnya bulan Agustus loh. Kado itu cuma buat kenang-kenangan aja sebelum dia lulus. Tadinya aku nggak tau pengen ngasihnya kapan, tapi setelah dipikir-pikir malam ini malam yang tepat.
“Nah Ky buat kamu”, kata kami hampir berbarengan
“Wuih, apa ini?”, jawabnya girang
“Buka aja nanti dirumah”, sahut ku
Mata ku masih berkeliaran untuk mencari sosok seseorang. Seseorang yang mempunyai hak atas kado ini. Dan setelah aku mendapatkan sosok itu, yang ku lakukan adalah...
“Aku pulang duluan ya Ky. Maaf aku nggak bisa masuk kedalam”, kata ku dengan lemas
“Loh kenapa gitu Ra?”, tanyanya heran
“Kita duluan ya Ky, bye”, sahut Lea diikuti oleh Alda dan Aulya.
Entah kemana aku akan pergi dengan mengendarai motor ku ini, tapi yang jelas, yang ku inginkan sekarang ini adalah lari dari kenyataan!
“Sabar ya Ra, aku tahu bagaimana perasaan mu sekarang ini, walaupun aku nggak bisa ikut merasakan. Paling tidak kamu masih punya tempat untuk bercerita mencurahkan isi hati mu”, ujar Lea menyemangati ku.
Ya, sepanjang jalan dia yang menyemangati ku. Mengingatkan ku untuk tidak menangis. Tapi apa daya, semakin aku mencoba melupakan kejadian itu semakin aku menangis.
“Aku mau pulang Le”, kata ku
“Antar aku pulang dulu ya Ra”, kata Lea hati-hati
“Tenang aja”, jawab ku
Setelah beberapa menit berselang, akhirnya kami tiba dirumah Lea. Badan ku masih lemas. Pikiran ku tak karuan. Pandangan ku kosong.
“Kamu bisa pulang sendiri kan Ra?”, tanya Lea pelan-pelan
“Bisa kok Le, kamu nda usah khawatir. Pulang dulu ya, bye”, jawab ku sambil berlalu.
Mungkin hanya aku yang terlalu berharap, padahal kenyataan telah berkata aku bukan siapa-siapa baginya!
Hari Rabu! Pikir ku. Tidak ada sama sekali keinginan ku untuk beranjak dari tempat tidur. Aku masih ingin tidur! Mencoba melupakan kejadian tadi malam. Ku lihat jam dikamar ku. 06:50? Apa?!! Sudah jam segini aku belum siap-siap? Kado? Mana kado? Secepat kilat aku berlalu dari kamar ku menuju kamar mandi tanpa sedikitpun membereskan kamar tidur ku yang berantakan ini. Arrgh, bodo ah!
Saat berada diparkiran, aku langsung berlari menuju kelas ku. Tapi, tidak tidak! Aku kembali lagi. Hanya ingin sekedar memeriksa, apakah hari ini dia datang kesekolah? Dan ternyata jawabannya TIDAK! Kembali aku berlari menuju ke kelas ku.
“Ada yang liat kado ku nggak?”, tanya ku to the point pada kedua sahabat ku
“Nggak tuh”, jawab Lea
Seketika hati ku sakit. Badan ku lemas. Pikiran ku tak karuan. Itu kan aku beli pakai uang tabungan sendiri! Tidak ada niat lagi dalam diri ku. Aku hanya dapat terduduk lemas di meja belajar ku. Tak tahu apa yag harus ku lakukan. Untung saja pelajaran pertama gurunya hanya memberi tugas dan tidak masuk ke kelas. Ada sedikit kelegaan dalam hati ku.
“Wira, ada kak Adib!”, panggil Naira
Kak Adib? Apa yang harus ku lakukan bila berhadapan dengannya? Aku memilih untuk tetap diam di meja belajar ku. Tanpa kusadari Lea meletakkan sesuatu didepan ku, lebih tepatnya diatas meja belajar ku.
“Inikan yang kamu cari? Cepat kasih sama kak Adib, daripada kamu berubah pikiran lagi untuk membuangnya!”, jelas Lea.
Kapan aku pernah berpikir untuk membuangnya?
“Tadi malam kamu mau membuangnya tapi ku tahan”, jelas Lea lagi
Tapi aku malu!
“Perasaan kamu orangnya nggak pernah tahu malu tuh”, jelas Lea lagi.
Seakan dapat membaca pikiran ku, dia menjawab semua pertanyaan ku dalam hati. Dia siapanya Demian sih? Tau aja apa yang ku pikirkan.
“Cepat, tunggu apalagi!”, bentak Lea dan Naira.
“Iya-iya”, sahut ku sambil mengambil kado tersebut dan berlalu
“Emm, anu..ini..emm..buat kakak”, kata ku terbata-bata
“Wuih, apa ini de?”, kata kak Adib
“Emm..buka aja nanti kak”, jawab ku
“Buat apa ini de?”, tanya kak Adib
“Anggap aja kenang-kenangan dari Wira sebelum kakak lulus”, jawab ku lagi dengan nada yang sedikit pelan. Oh Tuhan tolong, kali ini saja jangan biarkan aku menangis depannya, pinta ku dalam hati.
“Makasih ya de”, sahutnya
“Iya kak”, jawab ku lagi dengan suara serak
“Ade nggak lagi sakit kan?”, tanyanya dengan sedikit ragu
“Nggak kok ka”, jawab ku langsung berbalik. Untung aku sudah membelakanginya. Ya, saat itu juga air mata ku menetes. Kesedihan ku tak dapat ku bendung lagi. Sakit yang ku rasakan setelah mengucapkan kata-kata ku.
“Ade nggak apa-apa kan?”, tanyanya dengan hati-hati
“Iya kak”, jawab ku sambil berlalu dengan mengangkat kedua tangan ku yang menandakan “aku baik-baik saja”. Maaf kak, aku sudah berbohong pada kakak dan diri ku sendiri!
To be continued...

No comments:

Post a Comment