Saturday, June 29, 2013

KEHILANGAN - Part 10

               “Permisi, Bu. Saya minta izin ke belakang sebentar?”, tanya ku pada guru ku yang sedang mengajar.
                “Ya, silahkan”, jawabnya.
                “Terima kasih, Bu”, sahut ku
                Secepatnya aku berlalri ke toilet. Setelah aku sampai disana, aku memasuki sebuah kamar mandi kecil. Setelah aku keluar dari sana, langkah ku terhenti pada bercak merah ditangan ku. Apa ini? Mungkinkah ini darah? Tapi darimana?
 Setelah aku pergi ke kantin hanya untuk bercermin, ternyata baru ku sadari. Mimisan? Aku mimisan? Kenapa? Aku tidak pernah merasakan sesuatu! Tepat saat itu juga kepala ku mendadak menjadi sakit, penglihatan ku menjadi buram, makin gelap, gelap, gelap, tunggu! Aku melihat seseorang di ujung mata ku. Siapa itu? Sepertinya aku mengenalnya, kata hati ku berbicara. Hingga saatnya aku tidak sanggup menahan sakit yang ku rasakan, akhirnya semua penglihatan ku menjadi gelap, kali ini benar-benar gelap.
“Ra, sudah sadar?”, tanya seseorang
Perlahan ku buka mata ku.
“Saya dimana Bu?”, tanya ku pada orang itu
“Wira dirumah ibu. Tadi ada seseorang yang meminta ibu untuk menjaga kamu saat kamu pingsan”, jelas orang itu.
Oh, ternyata ini ibu kantin.
“Terima kasih ya Bu. Wira minta, ibu jangan pernah ceritakan hal ini kepada siapapun. Hanya Ibu, Wira, orang itu, dan Tuhan yang tahu Bu.”, jelas ku kali ini
“Iya Ra, Ibu janji”, jawabnya
             To: Kak Adi Cahyo S
                Cepat dong ka, dingin nih di luar. Lama banget ganti bajunya!
              From: Kak Adi Cahyo S
                Iya sabar, bentar lagi juga keluar.
                “Manyun amat mulutnya, entar nggak imut lagi loh de”, ledek kak Adi
                “Habisnya kakak lama betul, ngapain aja sih kak? Wira aja nggak dandan selama kakak”, omel ku panjang lebar
                “Kakak nggak dandan kok de, sengaja aja buat ade nunggunya lama. Biar bisa liat muka manyun ade”, jawabnya sambil tertawa dan berlari dari hadapan ku
                “Apaa?!! Kakaaakkk!!”, panggil ku setengah berteriak.
                Pagi ini, aku dan abang ku, panggilan dari ku untuk kak Adi, telah berjanji akan berolah raga bersama pagi ini. Lagian, ini juga buat program diet ku. Karna abang ku baik, jadi dia mau deh menemani ku untuk berolah raga walaupun hanya sekedar lari pagi. Makasih kakak.
                “Capek nih kak”, rengek ku pada kak Adi
                “Yee, baru juga jalan sebentar udah capek. Baru permulaan nih de, ayo semangatnya mana..”, katanya menyemangati ku
                “Bantuin jalan kak”, rengek ku kembali
                “Manjanya ade ini. Sini, cepat jalaann”, jawabnya sambil mendorong ku dari belakang.
                “Makasih abang”, kata ku tersenyum puas, emang enak dikerjain!
                “Iya sayang”, jawabnya sambil menahan emosi.
                Wkwkwkwkk, seru juga, pikir ku. Matahari mulai menampakkan cahayanya. Mencoba menyinari seluruh permukaan bumi. Udara yang tadinya dingin perlahan menjadi hangat. Burung-burung bernyanyi dengan riangnya. Ayam-ayam mulai mencoba membangunkan umat manusia.
Sekarang, aku berada di atas bukit bersama kak Adi. Tempat yang indah, hati ku berbicara. Kami beristiahat sebentar setelah melalui perjalanan panjang dari rumah kak Adi menuju bukit ini. Cukup melelahkan. Tapi itu semua terbalaskan dengan pemandangan yang ada disini.
“Uwaaaa, indah banget pemandangannya”, kata ku memuji tempat ini
“Jangan mulai lebay deh de”, olok kak Adi
“Kenapa sih kak? Iri ya Wira sampai duluan? Kasian deh lu”, olok ku kembali
“Itu juga karna kakak yang dorong ade dari belakang”, jawabnya sedikit manyun
“Hahaha, emangnya enak dikerjain. Siapa suruh ngerjain orang, itu sudah balasannya”, ledek ku
“Oh awas kamu de ya, pulang jalan sendiri nanti ade”, katanya dengan nada sedikit emosi. Tapi ku tahu, dia hanya bercanda.
“Bagus ya de pemandangannya, udaranya masih segar”, kata kak Adi
Aku yang tadinya duduk, kini telah berdiri. Kemudian aku merentangkan kedua tangan ku dan memejamkan kedua mata ku...
“Betul banget kak. Andai boleh memilih, Wira mau hidup lebih lama lagi disini”, kata ku perlahan tapi pasti
“Ade suka?”, tanya kak Adi. Yang tadinya dia duduk, sekarang sudah berdiri dan berada tepat dibelakang ku sambil kepalanya menengok ke arah depan wajah ku. Aku pun menoleh ke arahnya dan menjawab...
“Iya kak”, kata ku dengan tenang
“Akhirnya kakak benar-benar mempunyai ade sekarang”, jawabnya sambil berdiri disamping ku
“Jadi selama ini kakak nggak anggap Wira ade kakak?”, tanya ku manyun
“Bukan gitu. Ade memang adenya kakak. Bahkan bisa dibilang ade tuh ade kesayangan kakak. Kakak senang aja bisa merasakan kebahagiaan bersama orang yang kakak sayang. Rasanya, kakak ingin menghentikan waktu dan merasakan keadaan ini lebih lama lagi”, jelasnya
“Iya kak, Wira juga senang punya kakak seperti kakak. Bukannya Wira tidak menganggap kak Echa itu kakak Wira, tapi Wira senang akhirnya Wira mendapatkan kasih sayang seorang kakak saat ini”, jelas ku tak mau kalah.
Pagi ini benar-benar membuat ku tenang, seperti tak ada beban lagi di pundak ku. Ku rasakan kebebasan yang mendalam. Belum pernah aku merasa setenang ini. Terima kasih Tuhan. Berkat Engkau, kini aku dapat merasakan kasih sayang seorang kakak. Seorang malaikat yang dapat membuat ku merasa nyaman, merasakan dunia ini penuh kedamaian. Hingga akhirnya ku dengar pertanyaan itu..
“Ade kenapa? Mimisan ya?”, tanya kak Adi cemas
“Apa kak?”, tanya ku balik
“Ini”, tanyanya tak percaya sambil memegang bagian bawah hidung ku.
Tuhan, tolong jangan sekarang!


                 To be continued...

KEHILANGAN - Part 9

            Sebentar lagi pembagian raport untuk UTS semester 2. Cepat banget kan? Waktu semester 1, peringkat ku menurun akibat aku sering tidak turun sekolah. Itu dikarnakan aku sering sakit loh ya bukan karna aku bolos sekolah. Penyebabnya karna sesak nafas. Setelah diperiksa, ternyata lambung ku ada yang infeksi. Karna sering nggak makan, lebih tepatnya terlambat makan, saat pernafasan ku beradu dengan gas lambung ku, akibatnya aku bisa terkena sesak nafas kapan saja. Ada sedikit penyesalan sih, tapi tak apalah.
Oh iya, saat pertama kali aku sakit, kak Adib datang menjenguk aku ke rumah sakit loh. So sweet kan. Tapi tetap saja aku tidak bisa apa-apa, tangan ku saja diinfus. Biar begitu, aku tetap senang, ternyata kak Adib masih peduli dengan ku, hihi.
“Wira Natalie Sanjaya”, panggil wali kelas ku
Aku pun maju menuju meja guru dengan perasaan yang sedikit gugup. Rasa ingin sekali aku berbalik menuju meja ku, terus aku mati mendadak, kemudian hidup kembali, barulah ku ambil raport ku. Tapi aku yakin itu semua takkan terjadi!
Setelah aku menerima raport ku, dan ku buka. Disana terpampang tulisan yang membuat ku...
“Alhamdulillah. Ahaayy, hore-hore yes yes”, oceh ku tanpa punya rasa malu di depan kelas. Semua mata tertuju pada ku, seketika ku sadari aku telah melakukan kesalahan yang fatal.
“Ahahahahah”, gelak tawa teman sekelas ku pecah
“Sorry”, kata ku tanpa dosa. Kemudian aku berjalan menuju meja ku.
Peringkat ku kali ini menaik, yaitu peringkat ke-15! Horeee, walaupun hanya naik tiga peringkat sih ya, tapi nggak apa-apa lah. Itu kan juga usaha ku.
“Nanti malam nonton aku ya”, kata Vivi
“Iya Vi”, jawab ku.
Nanti malam rencananya aku dan sahabat-sahabat ku yang lain akan menonton Vivi lomba menari tradisional di Taman Promosi Arena Putri Petong, tapi aku lebih suka menyebutnya MTQ.
Saat malam tiba, aku memutuskan untuk menunggu Kiky dan Tasya di parkiran. Setelah mereka datang, kami pun berjalan-jalan sebentar untuk melihat pameran yang ada di sekeliling taman. Saat acara hendak dimulai..
“Hey cewe!”, kata seseorang
‘Hey Au, sama siapa?”, tanya ku
“Sama Alda nich”, jawabnya
“Alay lu”, sahut ku mengoloknya
Ya, malam ini hanya kami berlima yang menonton Vivi. Tak apalah, disini kan rame, bukan kaya kuburan. Setelah asyik menonton, kami pun bubar menuju belakang panggung, mendatangi Vivi. Tidak lama handphone ku bergetar
            From: Kak Adi Cahyo S
                Ade
             To: Kak Adi Cahyo S
                Iya kakak
             Obrolan kami yang panjang lebar membuat kami menjadi seru satu sama lain. Berbagai topik telah kami bicarakan. Ya, akhir-akhir ini aku telah dekat dengan kak Adi, mantan kekasih Naira. Tapi jangan salah paham dulu, aku memang sudah dekat mulai kelas 7. Saat UN, aku yang mencoba menyemangati kak Adi untuk tetap belajar santai dan tidak tegang. Diantara kedua sahabatku, kata kak Adi, hanya aku yang begitu padanya. Setelah dia selesai ujian, dia berterimah kasih pada ku karna telah membuatnya tenang dan santai saat menjalani ujian. Sama-sama kakak.
                “Aku pulang duluan ya”, kata ku pada teman ku
                “Iya”, jawabnya
                 To: Kak Adi Cahyo S
                    Wira diluar ka
                 From: Kak Adi Cahyo S
                    Iya sebentar
                 Tak lama kemudian kak Adi pun keluar dari rumahnya. Belum sempat dia berbicara atau sekedar menyapa ku, aku telah memotong omongannya terlebih dahulu.
                “Minta minum nah kak, hausss”, kata ku dengan nada memelas yang dibuat-buat
                “Oh jadi kesini cuma buat minta minum, gitu?”, tanyanya dengan wajah geli
                “Nggak juga sih, tadi jalan nggak bawa uang jadi nggak bisa beli minum. Cepat nah kak ambilin, hehe”, jawab ku
                “Iya-iya bentar, duduk dulu sana”, katanya
                Tidak perlu menunggu lama. Kak Adi bukan orang Indonesia yang mempunyai prinsip jam karet kok, hahaha.
                “Nih”, katanya sambil menyodorkan segelas air putih
                “Makasih”, jawab ku.
                Dengan cepat air dalam gelas tersebut ku habiskan.
                “Haus banget kayanya”, katanya sambil melihat ku dengan tatapan ingin tertawa tapi ditahan
                “Haha tau aja”, jawab ku malu-malu
                “Wkwkwk dasar memang ade ini!”, ucapnya dengan tawa yang bebas
                Setelah selesai minum, kami berbicara panjang lebar tentang diri masing-masing. Aku bercertia tentang peringkat ku yang naik, dan dia bercerita tentang nilainya yang katanya banyak nggak tuntas. Dan jumlahnya sangat luar biasa. Ada enam! Wuiihh, banyak amet bang. Perbincangan kami membuat ku sampai lupa waktu untuk pulang kerumah. Padahal tadi janjinya nggak malam-malam banget pulangnya.
                Just a fraction of your love fills the air. And I fall in love with you, all over again, oooh. You’re the light that feeds the sun, in my world. I’d face a thousand years of pain, for my boy.
                Nada dering handphone ku berbunyi, dan...
                “Sudah jam berapa ini?”, tanya seseorang disebrang sana.
                “Iya, ini sudah mau pulang”, jawab ku sambil memutuskan sambungan.
                Ya, ayah ku telah menyuruh ku pulang. Mau tak mau obrolan ku dengan abang ku satu ini harus terhenti. Tak apalah masih ada hari lain, kata ku dalam hati.
                “Pulang dulu ya kak”, kata ku
                “Iya, bilang apa?”, tanya kak Adi dengan wajah misteriusnya
                “Makasih kakak minumnya. Assalamu’alaikum”, jawab ku
                “Sama-sama, walaikumsalam. Langsung pulang ya de, jangan singgah-singgah lagi!”, katanya lagi dan lagi
                “Iya kakak”, sahut ku dengan wajah menahan sedikit amarah. Memangnya aku anak kecil yang baru bisa naik motor apa!


                To be continued...

KEHILANGAN - Part 8

                 From: TN Dhidil

                 Cepat ke MTQ atau nggak kamu bakal nyesel selama hidup mu!
                Ada apa lagi ini? Awalnya aku tidak menghiraukan pesan singkat dari Dhidil, tapi...
                “Ma, jalan duluu”, teriak ku sambil berlari menuju motor ku. Tak tahu jawaban apa yang diberikan oleh mama ku, tapi yang penting sekarang adalah aku harus buru-buru menyusul Dhidil.
                “Kamu ngapain disini?”, tanya ku pada Dhidil
                “Awalnya aku mau ngajak kamu latihan ngedance, tapi setelah kamu melihat yang satu ini, aku yakin kamu lebih memilih untuk memperhatiakn dia daripada memilih untuk latihan’, jelas Dhidil yang makin membuat ku bingung.
                Cepat-cepat datang kesini, hanya untuk mendengar penjelasannya yang sama sekali tidak  ku mengerti? Arrgh!!
                “De, mau liat jam keren nggak?”, tanya seseorang pada ku
                Suara itu? De? Jam? Seketika itu juga, dari yang tadinya aku duduk langsung berdiri dan berbalik. Dan saat itu juga...
                “Kak Adib?”, tanya ku terkejut
                “Iya, ade mau liat nggak?”, tanyanya sekali lagi
                “Mau ka”, jawab ku tanpa memalingkan wajah ku dari hadapannya
                “Nih”, katanya sambil melirik jam arloji yang diambilnya dari dalam sakunya.
                Seketika itu juga aku mengambil jam dari dalam saku ku.
                “Jam kita sama? Wah, couple dong”, katanya dengan tersenyum
                “Iya ka”, kata ku. Hanya kata itu yang dapat ku keluarkan dari mulut ku.
                Ternyata kedatangan ku kesini tidak sia-sia. Terima kasih Tuhan. Aku selalu percaya, dibalik kesakitan ku selalu ada obat yang menyembuhkannya.
“Dari mana saja sih Ra? Gladi kita diralat hanya karna kamu telat datang. Kamu kan pemeran utama, seharusnya kamu yang datang lebih awal”, oceh Lea panjang lebar.
                “Maaf Lea, tadi aku ada kepentingan sedikit dirumah. Ini aja aku sempat-sempatin buat gladi. Janji deh lain kali aku nggak terlambat lagi”, jelas ku
                Ya, hari ini aku GR buat perpisahan kakak kelas ku besok. Perpisahan! Itu tandanya ini saatnya aku untuk kehilangan sosok seseorang yang telah memberi warna dalam hidup ku. Walaupun dia hanya lulus dari sekolah ku, tetap saja aku tidak dapat melihatnya lagi tiap hari disekolah. Uhh, itukan rasanya nggak enak banget!
                “Ra, cepat masuk ini giliran mu!”, bisik Lea sedikit berteriak
                “I-iya”, sahut ku
                Setelah selesai GR aku mencari tempat untuk beristirahat. Setelah istirahat sebentar, akupun pulang. Sampai dirumah, aku mandi, kemudian aku ke kamar lalu mengunci pintu kamar ku. Aku telah melakukan berbagai macam pekerjaan hari ini.
Malam ini aku ingin berdiam diri dalam kamar. Berbagai peristiwa yang ku ingat kembali, dari suka, duka, gembira, kesal, bahagia, dan masih banyak yang lainnya. Ku pejamkan mata ku, dalam gelapnya malam aku ingin mendekatkan diri ku pada Tuhan. Meminta keheningan pada-Nya. Dengan perlahan mata ku terpejam. Saat itu juga, air mata ku, menetes!
                    “Setelah kita menyaksikan penampilan Seni Tari Tradisional dari ekstrakurikuler Tari, kini saatnya kita menyaksikan penampilan dari ekstrakurikuler Teater..!”, suara MC menggelegar diikuti tepuk tangan para tamu yang hadir didalam gedung.
                Ini saatnya aku memberi penampilan ku dengan semaksimal mungkin. Aku tak ingin dipandang jelek dimata banyak orang, terutama pada kak Adib. Satu per satu adegan ku lewatkan dengan rasa hati-hati, takut ada yang salah. Tiba saat adegan terakhir, hati ku merasa berdebar. Hingga ku dengar tepuk tangan para tamu memenuhi seisi gedung. Aku tak dapat melihat apa-apa. Mata ku kabur. Tapi tetap ku usahakan untuk bangkit, memberi hormat, dan kembali ke belakang panggung.
                “Keren banget Ra. Kak Adib aja dari awal sampai akhir berdiri cumu buat nonton kamu”, kata Naira
                “Beneran Nai?”, tanya ku penasaran
                “Sumpah”, jelas Naira
                Tuhan, jangan beri aku harapan yang tidak pasti!
“Peringkat ke-8? Wah, kamu meningkat Ra!”, kata Naira gembira
“Kamu juga Nai”, sahutku dengan senyuman
“Aku juga loh”, ujar Lea tak mau kalah
“Iyasudah”, kata ku dan Naira dengan wajah datar. Langsung saja wajah Lea manyun diikuti gelak tawa kami.
Sudah bisa nebak kan? Iya, hari ini bagi raport kenaikan kelas. Itu tandanya sekarang aku telah menjadi anak kelas dua SMP. Dan tandanya juga kak Adib sudah lulus dari sekolah menengah pertamanya. Aku hanya dapat mendoakan dari kejauhan ya kak, semoga kakak sukses. Apa yang kakak inginkan semoga cepat tercapai.
“Hey Ra! Ngelamun aja, mikirin apa tuh?”, tanya Lea
“Oh, nggak kok. Pulang yuks”, jawab ku
“Lebay lu”, kata Naira. Kami pun tertawa.


To be continued...

KEHILANGAN - Part 7

3 bulan setelah kejadian tersebut, aku lebih sering menghabiskan waktu ku dengan menyendiri. Merenung. Kenapa aku begitu bodoh membuang waktu ku begitu saja? Kenapa tidak dari awal aku masuk sekolah saja aku mengenal dia? Kenapa? Kenapa baru sekarang Tuhan mendekatkan aku dengan dia? Inikah yang dinamakan takdir? Ada apa dengan takdir ku? Bahkan aku sendiri tidak dapat mendefinisikan jalan hidup ku sendiri.
“Ra..”, panggil Eky, membuyarkan lamunan ku
“Eh, iya, kenapa Ky?”, sahut ku
“Nanti malam ke warung nasi goreng di Pabrik Piring ya,makan-makan aja.”, katanya
“Oh iya, kamukan ulang tahun ya. Happy B’day ya Ky”, ujar ku memberi selamat.

“Iya, jangan lupa nanti malam ya”, ujarnya mengingatkan
Setelah bingung berkeliling mau memberi apa untuk kado Eky, akhirnya aku, Lea, Aulya, dan Alda memutuskan untuk memberi Baju. Lagi nggak ada uang cuy, makanya cuma bisa ngasih baju daripada kita ngasih alat Medi Pedi yekaan? Hahaha.. Oh iya, pasti pada nanya kan, Naira kemana? Tenang, dia masih hidup kok, bahkan sehat wal afiat. Hanya saja dia nggak bisa ikut karna nggak ada yang ngantar dia. Maklumlah, rumahnya sedikit jauh dari perkotaan.
Selain kado buat Eky, aku juga udah siapin kado buat kak Adib. Jangan salah, ulang tahunnya bulan Agustus loh. Kado itu cuma buat kenang-kenangan aja sebelum dia lulus. Tadinya aku nggak tau pengen ngasihnya kapan, tapi setelah dipikir-pikir malam ini malam yang tepat.
“Nah Ky buat kamu”, kata kami hampir berbarengan
“Wuih, apa ini?”, jawabnya girang
“Buka aja nanti dirumah”, sahut ku
Mata ku masih berkeliaran untuk mencari sosok seseorang. Seseorang yang mempunyai hak atas kado ini. Dan setelah aku mendapatkan sosok itu, yang ku lakukan adalah...
“Aku pulang duluan ya Ky. Maaf aku nggak bisa masuk kedalam”, kata ku dengan lemas
“Loh kenapa gitu Ra?”, tanyanya heran
“Kita duluan ya Ky, bye”, sahut Lea diikuti oleh Alda dan Aulya.
Entah kemana aku akan pergi dengan mengendarai motor ku ini, tapi yang jelas, yang ku inginkan sekarang ini adalah lari dari kenyataan!
“Sabar ya Ra, aku tahu bagaimana perasaan mu sekarang ini, walaupun aku nggak bisa ikut merasakan. Paling tidak kamu masih punya tempat untuk bercerita mencurahkan isi hati mu”, ujar Lea menyemangati ku.
Ya, sepanjang jalan dia yang menyemangati ku. Mengingatkan ku untuk tidak menangis. Tapi apa daya, semakin aku mencoba melupakan kejadian itu semakin aku menangis.
“Aku mau pulang Le”, kata ku
“Antar aku pulang dulu ya Ra”, kata Lea hati-hati
“Tenang aja”, jawab ku
Setelah beberapa menit berselang, akhirnya kami tiba dirumah Lea. Badan ku masih lemas. Pikiran ku tak karuan. Pandangan ku kosong.
“Kamu bisa pulang sendiri kan Ra?”, tanya Lea pelan-pelan
“Bisa kok Le, kamu nda usah khawatir. Pulang dulu ya, bye”, jawab ku sambil berlalu.
Mungkin hanya aku yang terlalu berharap, padahal kenyataan telah berkata aku bukan siapa-siapa baginya!
Hari Rabu! Pikir ku. Tidak ada sama sekali keinginan ku untuk beranjak dari tempat tidur. Aku masih ingin tidur! Mencoba melupakan kejadian tadi malam. Ku lihat jam dikamar ku. 06:50? Apa?!! Sudah jam segini aku belum siap-siap? Kado? Mana kado? Secepat kilat aku berlalu dari kamar ku menuju kamar mandi tanpa sedikitpun membereskan kamar tidur ku yang berantakan ini. Arrgh, bodo ah!
Saat berada diparkiran, aku langsung berlari menuju kelas ku. Tapi, tidak tidak! Aku kembali lagi. Hanya ingin sekedar memeriksa, apakah hari ini dia datang kesekolah? Dan ternyata jawabannya TIDAK! Kembali aku berlari menuju ke kelas ku.
“Ada yang liat kado ku nggak?”, tanya ku to the point pada kedua sahabat ku
“Nggak tuh”, jawab Lea
Seketika hati ku sakit. Badan ku lemas. Pikiran ku tak karuan. Itu kan aku beli pakai uang tabungan sendiri! Tidak ada niat lagi dalam diri ku. Aku hanya dapat terduduk lemas di meja belajar ku. Tak tahu apa yag harus ku lakukan. Untung saja pelajaran pertama gurunya hanya memberi tugas dan tidak masuk ke kelas. Ada sedikit kelegaan dalam hati ku.
“Wira, ada kak Adib!”, panggil Naira
Kak Adib? Apa yang harus ku lakukan bila berhadapan dengannya? Aku memilih untuk tetap diam di meja belajar ku. Tanpa kusadari Lea meletakkan sesuatu didepan ku, lebih tepatnya diatas meja belajar ku.
“Inikan yang kamu cari? Cepat kasih sama kak Adib, daripada kamu berubah pikiran lagi untuk membuangnya!”, jelas Lea.
Kapan aku pernah berpikir untuk membuangnya?
“Tadi malam kamu mau membuangnya tapi ku tahan”, jelas Lea lagi
Tapi aku malu!
“Perasaan kamu orangnya nggak pernah tahu malu tuh”, jelas Lea lagi.
Seakan dapat membaca pikiran ku, dia menjawab semua pertanyaan ku dalam hati. Dia siapanya Demian sih? Tau aja apa yang ku pikirkan.
“Cepat, tunggu apalagi!”, bentak Lea dan Naira.
“Iya-iya”, sahut ku sambil mengambil kado tersebut dan berlalu
“Emm, anu..ini..emm..buat kakak”, kata ku terbata-bata
“Wuih, apa ini de?”, kata kak Adib
“Emm..buka aja nanti kak”, jawab ku
“Buat apa ini de?”, tanya kak Adib
“Anggap aja kenang-kenangan dari Wira sebelum kakak lulus”, jawab ku lagi dengan nada yang sedikit pelan. Oh Tuhan tolong, kali ini saja jangan biarkan aku menangis depannya, pinta ku dalam hati.
“Makasih ya de”, sahutnya
“Iya kak”, jawab ku lagi dengan suara serak
“Ade nggak lagi sakit kan?”, tanyanya dengan sedikit ragu
“Nggak kok ka”, jawab ku langsung berbalik. Untung aku sudah membelakanginya. Ya, saat itu juga air mata ku menetes. Kesedihan ku tak dapat ku bendung lagi. Sakit yang ku rasakan setelah mengucapkan kata-kata ku.
“Ade nggak apa-apa kan?”, tanyanya dengan hati-hati
“Iya kak”, jawab ku sambil berlalu dengan mengangkat kedua tangan ku yang menandakan “aku baik-baik saja”. Maaf kak, aku sudah berbohong pada kakak dan diri ku sendiri!
To be continued...

KEHILANGAN - Part 6

                “Baju yang bagus yang mana Ra?”, tanya Lea
                “Rambut ku udah rapi belum Ra?”, tanya Naira
                “Kalau pakai celana yang ini gimana Ra?”, tanya Lea lagi
                “Bedak aku nggak berantakan kan Ra?”, tanya Naira lagi
                “Udah stoopp! Kalian ini mau bikin coklat apa mau fashion sih?”, tanya ku, kesal.
                “Iyadeh maaf”, jawab mereka serempak
                “Pokoknya nggak mau tau, 5 menit lagi kalian udah harus ganti baju biasa, trus cuci muka kalian. Tanpa protes! Atau nggak aku pulang?!”, bentak ku
                “Iya-iya”, jawab Lea
                “Siap bos!”, sahut Naira
                Memang benar kata orang-orang, Indonesia ini jam karet. Dibilangin 5 menit, malah sampai setengah jam. Susah betul disiplinnya. Daripada nunggu kelamaan, Biar aku bikin coklatnya duluan aja. Ternyata benar, diIndonesia jam karetnya parah banget. Aku udah hampir selesai bikin coklatnya, Lea dan Naira baru mau bantuin aku. Telat neng!
                “Kemana aja kalian?”, tanya ku
                “Tadi beresin kamar Naira dulu”, sahut Lea
                “Uh, kalian kelamaan. Tuh, kalian tinggal dinginin coklatnya. Aku mau ke teras dulu”, kata ku.
                “Oke bos”, sahut mereka

                Sms kak Adib nggak ya? Pasti kalian yang baca bingung, kapan aku dapat nomor handphone kak Adib, yakan? Aku dapat dari Naira, nggak tau sih kalau Naira dapat darimana yang jelas aku...senang, yeheeyy.
               To: Kak Adib Adilah Wirhananda
                Wira ada bikin coklat ka. Kakak mau nggak? Kalau mau, besok Wira bawain.
                   Harap-harap cemas aku menunggu balasan dari kak Adib itu. Dan ternyata balasannya...
                  From: Kak Adib Adilah Wirhananda
                Wah enak tu de. Boleh kalau dikasih.
             Bisa kalian bayangin sendiri kan gimana reaksi ku saat itu. Tidak perlu ku ceritakan kalian juga tau sendiri pastinya, hehe..
Saat itu juga ku putuskan untuk pulang kerumah. Walaupun Lea dan Naira sedikit bingung, tapi ku yakinkan diriku tidak terjadi apa-apa. Setelah sampai dirumah, aku memutuskan untuk membuat coklat kembali. Yap, saat diperjalanan tadi aku menyempatkan diri ke pasar untuk sekedar membeli coklat. Dengan resep yang diberikan mama ku, aku dapat menyelesaikan coklat ku dengan sempurna, walaupun sampai larut malam.
                “Bangun jam berapa sih kamu Ra? Kok bisa sampai telat?”, tanya Lea
                “Iya nih Ra, untung pelajaran pertama bapaknya nggak masuk”, kata Naira
                “Ada keperluan dikit tadi makanya agak terlambat”, jawab ku, berbohong
                Seperti yang dikatakan Naira tadi, pelajaran pertama dikelas ku kosong, tapi pelajaran kedua aku dan teman-teman belajar. Untungnya pelajaran ketiga kosong juga, jadi ada kesempatan buat aku ngasih coklat ku ini buat kak Adib. Leleh nggak ya coklatnya? Hanya kalimat itu yang ku pikirkan selama aku belajar.
Setelah bel kelas berbunyi, aku keluar kelas melihat keadaan sekitar. Ternyata sudah banyak yang istirahat. Saat melihat sekeliling, mata ku berhenti pada seseorang yang berada dikelas IXB. Dengan baju kotak-kotak biru, celana biru tua, dan tidak lupa, dasinya. Yap, kak Adib biasa memakai dasi pada hari rabu juga, padahal teman-temannya yang lain nggak begitu loh. Aneh ya.
“Kak”, teriak ku sambil melambaikan tangan
 Kak Adib hanya memberi isyarat “kakak?” sambil tangannya menunjuk dadanya dengan wajah kebingungan
“Iya”, teriak ku lagi sambil mengangguk
Tak perlu menunggu lama, mungkin karna dia juga menginginkan coklatnya, kak Adib dengan cepat tiba didepan ku. Kepala ku kembali pusing. Tuh kan datang lagi kampungannya! Pikirku kesal.
“Nih ka janji Wira kemaren mau ngasih kakak coklat”, kata ku
“Bukannya orang Islam nggak boleh ngerayain hari Valentine ya de?”, tanyanya
“Iya memang ka”, jawab ku
“Trus ini apa?”, tanyanya penasaran
“Anggap aja hari ini hari Coklat ka, haha”, jawab ku dengan tawa.
Setelah sukses memberi coklat pada kak Adib, aku sering senyum-senyum sendiri kalau meningangat kejadian tersebut. Seperti tidak bisa dilupakan. Perasaan ku pun menjadi semakin tidak karuan. Ada bahagia setiap melihat dirinya. Tapi aku sempat bertanya, apakah nanti aku juga akan merasakan bahagia ini setelah dia telah lulus nanti? Aku tidak tahu jawabannya. Ku serahkan semuanya pada Tuhan.
To be continued...

Tuesday, June 25, 2013

KAHILANGAN - Part 5

          Beberapa hari telah berlalu, aku masih tetap memikirkan kejadian saat dikantin itu. Tidak seperti biasanya. Sudah beberapa kali aku mencoba melupakannya tapi tetap saja tak bisa. Dan kebiasaan buruk ku saat ini adalah melamun. Perilaku ku yang seperti mungkin dapat dibaca oleh kedua sahabat ku. Dan saat itulah semua rahasia ku terungkap.
                     “Hei ngelamun aja”, sapa Naira
                “Iya nih, mikirin apa sih Ra?”, tanya Lea ingin tahu
                “Nggak mikir apa-apa kok”, jawab ku cuek
                “Nggak mungkin kamu nggak mikir apa-apa. Pasti mikirin kejadian dikantin itukan. Hayoo ngaku?!”, tanya Lea
                “Ya enggak lah”, jawab ku gelabakan
                “Yakin enggak? Kalo enggak trus kenapa pandangan kamu akhir-akhir ini ke kakak kelas itu?”, tanya Lea sambil menunjuk seseorang disebrang kami. Yap, itu dia kak Adib!
                “Apaan sih Le, ngapain juga mikirin kak Adib. Dia aja ndada mikirin aku. Percuma ajakan. Nanti yang didapat bukan dianya malah dapat sakit hatinya!”, jawab ku sedikit kesal.
                “Kamu nggak lagi kesal kan Ra?”, tanya Naira hati-hati
                “Iya aku kesal! Hampir setahun aku suka sama dia tapi apa yang aku dapat? Dianya begitu-gitu aja nggak ada perubahan sama aku. Siapa yang nggak kesal coba? Peka sedikit kenapa sih! Salah gitu ya suka sama kakak kelas? Dosa gitu ya minta perasaan kita dibalas sama kakak kelas?”, jawab ku ngoceh. Perasaan ku yang tadinya kesal berubah menjadi sedih. Tanpa sadar aku telah berbicara panjang lebar tentang perasaan ku ke kak Adib kepada dua sahabat ku ini. Ya Tuhan, kenapa engkau tidak me-rem mulut ku ini?
                “Wira, kamu suka sama kak Adib?”, tanya Naira
                “Maaf teman-teman, aku nggak ada cerita sama kalian tentang ini”, jawab ku lemas
                “Wira Natalie Sanjaya!”, teriak Lea dan Naira kompak
                “Kan aku udah minta maaf tadi”, kata ku
                “Tapi kamu nggak jujur dari awal sama kita”, ujar Naira
    “ Kita kan bisa bantu kamu kalau kamu cerita sama kita”, ujar Lea
    “ Memangnya kamu pernah liat kita biarkan kamu gitu aja kalau lagi susah, iya?”oceh Naira
                “Kamu kenapa sih Ra? Ayolah kita ini sahabat kamu”, oceh Lea
                “Aku malu buat ungkapin sama kalian”, kata ku
                “Nggak perlu malu sama sahabat sendiri Ra”, ujar Naira
                “Iya aku cerita”, jawab ku
          (Flashback)
                Kisah itu bermula pada saat aku hendak mendaftarkan diri untuk masuk sekolah ke SMP. Saat berada di gerbang sekolah, aku melihat sosok seseorang dengan tubuh agak pendek dari ku, memakai tas dan jaket berwarna biru memarkir motor Beatnya yang berwarna hitam. Sosok yang membuat tubuh ku tidak dapat berpaling darinya. Dunia ku serasa berhenti berputar saat dia berjalan melewati ku. Pusing yang kurasakan tapi ku tetap tahan. Kenapa aku kampungan gini kalau lagi dekat cowo? Ah, lupakan! Dia berjalan tanpa melihat ku sedikit pun! Oh Tuhan, apakah dia buta sampai tidak menoleh kearah ku saat dia berjalan didepan ku? Dengan gerutu ku yang cukup panjang, aku sampai lupa bahwa dia telah berlalu cukup jauh dari hadapan ku. Mulai saat itu, aku bertekad, setelah aku masuk ke sekolah ini akan ku cari siapa dirinya. I’m promise!
    Pagi-pagi sekali aku sudah berada disekolah. Dengan satu tujuan sebenarnya. Ya, agar dapat melihat kakak kelas ku yang satu itu datang. Aku, Lea, dan Naira sudah tidak sabar menunggu kedatangannya. Saking lamanya aku sampai bosan. Karna bosan, ku putuskan untuk menghilang dari kedua sahabat ku yang sedikit stres itu. Baru beberapa langkah aku berjalan, aku hampir saja menabrak seseorang yang berada tepat didepan ku. Aku bingung, siapa sih pagi-pagi jalannya nggak liat-liat? Ternyata oh ternyata, inilah dia orang yang daritadi pagi ku tunggu-tunggu. Dengan sahabat ku tepatnya.
          
          “Hey Wira, maaf ya. Ada yang sakit?”, tanya kak Adib
                “Oh, hey ka....., eng.. nggak ada kok ka, hehe”, jawab ku gelabakan
                “Baguslah. Kakak ke kelas duluan ya de, bye”, katanya sambil berlalu
                Apa? Dia manggil aku “De”? Wow! It’s Amazing! Terima kasih Tuhan, aku tahu Engkau Maha Adil. Tapi tunggu dulu. Inikan sudah masukan! Sekuat tenaga aku berlari menuju kelas. Fiuh, untung saja aku tidak terlambat.
                “Hei Putri Tidur, darimana saja?”, tanya Naira dari belakang tempat duduk ku
                “Baru saja aku menyelesaikan tugas ku”, sahut ku penuh misterius


          To be continued...

Monday, June 24, 2013

KEHILANGAN - Part 4

          Bunyi bel istirahat. Itu tandanya waktu untuk aku makan. Ya, makan. Perut ku sudah memulai paduan suaranya, bernyanyi untuk minta makan. Sabar ya, lambung ku juga sudah sakit, kata ku dalam hati.
          “Ayo Ra”, ajak Naira dan Lea
        “Yoo”, sahut ku
        Saat tiba dikantin, aku tidak memikirkan apa-apa kecuali apa yang ingin ku beli. Nggak mau cemilan, pengennya makan nasi. Setelah semua sudah ku pesan, saatnya aku makan. Horee,makan.
        “Sabar-sabar Ra makannya, entar keselek loh”, ujar Lea memberi ultimatum (serasa perang ya).
        “Iya-iya”, sahut ku.
         Setelah aku kenyang, makanan juga sudah bersih tidak tersisa, dan saat aku hendak berdiri ku lihat didepan ku sudah ada seseorang. Seseorang yang seolah-olah menahan langkah kaki ku, menahan gerak mulut ku. Sudah bisa ditebak, dia kakak kelas yang tadi ada diparkiran.
          “Sudah sadar ya?”, tanyanya
         Aku hanya mengangguk
        “Tadi ada yang sakit nggak?”, tanyanya lagi
         Aku hanya menggeleng
           “Syukurlah, maaf tadi nggak bisa jagain kamu sampai istirahat, soalnya jam ketiga kakak ada tugas dikelas jadi kakak minta teman kamu yang jagain kamu”, katanya lagi.
           Perkataannya barusan serasa menghipnotis ku. Membuat ku lupa apa yang ingin ku lakukan tadi. Dunia serasa berhenti berputar. Akupun tidak dapat merasakan detak jantung ku sendiri. Terlebih saat aku melihat senyumnya. Ya, pria ini. Tidak salah lagi.
        “Wira?”, tanyanya lagi
        “Oh, iya. Emm, nggak masalah kok ka. Kakak tau darimana nama Wira?”, tanya ku bingung
        “FD kamu tadi jatuh saat kamu pingsan. Waktu mau ngembaliin, kakak pakai sebentar buat mindahin data dari laptop teman kakak ke laptop kakak”, jelasnya
         Astaga! Disitukan ada berbagai macam data laptop ku yang lagi ku instal. Jangan-jangan..
         “Nama kakak Adib. Kakak duluan ya. Makasih FDnya. Btw, foto-fotonya cantik-cantik juga”, katanya berlalu begitu saja dari hadapan ku.
         “Jadi...”, ujar ku bingung
             Dua sahabat ku yang dari tadi mendengarkan percakapan ku dengan kakak kelas tadi hanya dapat terdiam membisu. Mereka tidak berkata-kata sedikit pun. Aku pun begitu. Adib. Nama kakak kelas itu Adib. Tapi Adib apa ya? Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
           “Nairaaaa!”, kata ku
         “Ya?”, sahutnya bingung
            “Kenapa kamu nggak bilang kalau sebelum kamu datang tadi dia yang jagain aku?”, tanya ku dengan sedikit kesal.


          To be continued...

KAHILANGAN - Part 3

           Beberapa bulan lagi aku harus siap meninggalkan kelas 7. Ini saatnya aku buat pendewasaan. Tak ada lagi bermalas-malasan. Tak ada lagi bermanja-manjaan, eits tapi aku nggak manja kok, sorry-sorry maaf kata aja ya. Keseharian ku dirumah cuma gitu-gitu aja. Bangun tidur, mandi, sarapan, berangkat sekolah, belajar, pulang sekolah, makan, nyuci piring, tidur, mandi, belajar, tidur lagi. Begitu-gitu aja aku selama beberapa bulan. Tidak ada bersantai-santai, tidak ada bermain-main. Tapi aku tidak lupa kok untuk tetap sholat lima waktu. Aku kan anak sholeh, wkwkwkk.
          Masalah cinta kedua sahabat ku kelihatannya sudah mulai terlupakan. Baguslah, biar mereka tetap konsen belajar. Saat sedang berjalan memasuki gerbang sekolah, mata ku tiba-tiba saja mengarah kepada seseorang. Seseorang yang bertubuh agak pendek dari ku, memakai tas dan jaket berwarna biru memarkir motor Beatnya yang berwarna hitam. Terlihat sangat menarik perhatian mata ku hingga aku tidak berkedip sekalipun. Heran, sepertinya aku mengenal orang ini! Pikirku dalam hati. Saat dia berbalik berjalan kearah ku, aku mulai sadar. Orang ini, dia..dia...dia...
          “Ra..Wira..”, panggil seseorang. 
          Samar-samar aku mendengar suara orang memanggil nama ku. Sepertinya aku mengenal suara itu.
          “Wiraaaaa..”, teriak orang itu lagi
        “Iyaaaa..”, sahut ku. “Naira”, kata ku bingung. “Kok aku bisa ada di...UKS?”, tanya ku setelah melihat sekeliling
        “Kok bisa, kok bisa. Ya bisalah, tadi kamu pingsan diparkiran trus ada kakak kelas yang nolongin kamu. Berhubung dia nggak bisa ngangkat kamu, jadi dia minta bantuan satpam. Emang kamu kenapa sih? Tadi pagi nggak sarapan?”, ocehnya
          “Aduh Nai kalo nanya itu jangan kaya nyerbu gitu dong, susah nih jawabnya”, jawab ku
        “Iya-iya maaf. Sekarang aku tanya, kamu tadi pagi sarapan?”, tanya Naira
        “Iyalah”, jawab ku
        “Kamu punya penyakit?”, tanya naira lagi
        “Ya enggak lah”, jawab ku lagi
        “Apa kamu pingsan karna ngeliat wajah kakak kelas tadi yang wajahnya super gagah, hah?”, kali ini pertanyaan Naira membuat ku teringat seseorang. Ya, kakak kelas tadi. Aku ingin tahu namanya, tapi...
        “Wira Natalie Sanjaya!”, bentak Naira membuyarkan lamunan ku
        “I-iyaa, apa tadi? Ah, enggak. Nggak mungkin lah”, jawab ku kali ini sedikit gugup. Ingin sekali aku katakan yang sebenarnya tapi aku masih belum siap.
        “Yasudah, kitaa ke kelas yuks. Bentar lagi masukan, pelajaran ketiga nih”, kata Naira
        “What? Ketiga? Berarti gue?”, tanya ku bingung
        “Yap, kamu siuman lama banget”, perkataan Naira membuat ku tak bisa berkata-kata lagi. Ketiga?


          To be continued...

KEHILANGAN - Part 2

          Hari berlalu dengan cepat. Berita yang ku dengar bahwa Naira telah berpacaran dengan kak Adi dan Lea berpacaran dengan kak Taufik. Yang lebih membuat ku terkagum-kagum, mereka jadian dihiari yang sama, Jum’at tanggal 11 November 2011 jam 11 lewat 11 menit (mungkin). Yaudah sih ya, mudahan longlast deh kawan-kawan. Tapi yang membuat ku kesal adalah aku sering diolok dengan eman-teman ku bahwa aku pacaran dengan kak Agus. Padahal sih enggak, tapi biarkan saja lah. Itu menurut orang-orang karna orang-orang itu nggak tau keadaan yang sebenarnya dan mereka hanya dapat menilai bukan mengerti. Jadi, nggak terlalu penting aku marah. Dijelasin juga mereka nggak bakal bisa ngerti. Yasudahlah.
           Dari detik ke menit menuju ke jam. Berhari-hari ku lewatkan dengan tenang. Naira dan Lea masih sibuk dengan romeo mereka. Nilai Naira yang tadinya bagus menurun. Begitupun dengan Lea. Aku bingung kenapa semua ini terjadi.
          “Aku udh nggak pacaran sama kak Adi Ra. Lea juga begitu”, kata Naira
          “Apa? Kenapa begitu Nai? Bukannya mereka itu baik banget sama kalian?”, ujar ku
          “Aku punya alasan tersendiri Ra, sama seperti Lea”, kata Naira sedih
          “Hmm, baiklah. Aku hargai keputusan kalian. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan ya Nai, Ea. Perbaiki nilai kalian yang rusak. Aku nggak mau liat sahabat ku sedih begini”, jelas ku
            “Iya Ra, pasti”, janji mereka serempak



          To be continued...

KEHILANGAN - Part 1

Hari ini hari pertama masuk sekolah SMP. Masa orientasi sekolah telah berakhir. Seneng sih, habisnya kakak-kakak osisnya gagah-gagah dan cantik-cantik. Menurut ku nggak ada yang kejam. Tidak seperti yang biasanya dibicarakan oleh orang-orang bahwa MOS itu mengerikan. Bagi ku MOS itu menyenangkan. Daripada kelamaan ngoceh sana sini, aku mau cerita nih, disinilah kehidupan baru ku dimulai.
Alohaa, nama ku Wira. Panjangnya sih Wira Natalie Sanjaya. Aku terlahir didunia dengan selamat pada tanggal 15 Desember 1998 tanpa cacat sedikitpun loh ya. Aku suka sekali dengan dunia sastra, dance, masak-memasak. Oiya, aku juga suka nonton film dan baca novel, komik, majalah, apa aja deh. Waktu sd, aku peringkat ke-2 bertahan selama 5 tahun. Yap, pasti pada nanya “Trus 1 tahunnya kemana?”. 1 Tahunnya aku peringkat ke-1 saat kelas 5. Bangga sih ya, tapi kelas 6 peringkat ke-2 lagi. Tapi nggak apa-apa. Yang terpenting itu usaha ku sendiri. Oiya lupa, waktu sd aku nggak pakai jilbab loh. Bisa dibilang aku anaknya agak sedikit tomboi. Tapi sekarang aku mau menutup aurat ku luar dalam. Bagian fisik iya, bagian hati juga iya. Perlu kalian ketahui, disini aku mempunyai banyak pengalaman. Mau tau?
Kriiiingg. Bunyi bel sekolah berkumandang seperti azan. Semula kantin yang tadinya sepi langsung penuh dengan siswa-siswa yang ingin berbelanja ataupun hanya ingin sekedar duduk-duduk saja. Aku, Naira, dan Lea langsung memakai sepatu. Menuju ke kantin tidak susah, tinggal berjalan sedikit melewati 4 kelas dan sampailah kami disana. Setelah selesai membeli kami langsung kembali ke kelas. Diperjalanan, entah bagaimana caranya sampai-sampai Lea berbicara seperti ini.
“Kamu yang mana Nai? Aku pegang kak Taufik!”, kata Lea
“Kak Taufik itu yang mana?”, tanya Naira
“Yang ditengah itunah”, jelas Lea
“Aku yang disebelah kanan aja deh, kayanya gagah”, kata Naira
“Kalau yang sebelah kanan namanya kak Adi”, jelas Lea lagi.
“Nah aku kak Adi aja. Kalau yang sebelah kiri siapa?”, tanya Naira lagi
“Yang sebelah kiri namanya kak Agus”, kata Lea
“Berarti...”, kata Naira
“Wira pegang kak Agus! Hahahaha”, kata Lea dan Naira serempak.
“Aku nda ikutan deh, malas. Kalian saja, aku bantu doa, ok?”, kata ku.
“Yee gitu aja udah ngambek”,kata Naira
“Aku nggak ngambek Nai”, jelas ku
“Trus apa dong?”, kata Naira
Aku berlalu dengan cepat meninggalkan 2 sahabat ku itu. Aku lagi malas membicarakan dengan cinta. Memangnya apa yang anak SMP pikirkan tentang cinta? Whatever.


To be continued...